Minggu, 14 Juni 2015

Pantai Gua Cina

Setelah kurang lebih dua bulan hampir setiap hari Minggu kami menuruti permintaan Pio untuk bermain ke pantai Bale Kambang Malang, lama-lama bosan juga. Alternatif lain pantai di daerah Malang yang belum pernah kami kunjungi, dan menurut kabar jauh lebih bagus dari pada Bale Kambang adalah pantai Gua Cina.

Pantai Gua Cina adalah salah satu pantai yang terletak di Malang Selatan di kecamatan Sumbermanjing Wetan, yang kalau mau diurut sebenarnya ya nyambung dengan pantai Bale Kambang atau pantai Ngliyep. Jarak tempuh jika diukur dari Malang kota memang sedikit lebih jauh daripada ke Bale Kambang, mengambil jalur melewati Turen mengikuti papan petunjuk ke arah Pantai Sendang Biru. Jalan menuju Sendang Biru sudah teraspal mulus, hanya saja medan yang ditempuh lebih berat dengan melalui 3 bukit dan jalur berkelok tajam naik turun. Jadi, jika ingin ke ke pantai sekitaran Sendang Biru, pastikan saja driver yang memegang kemudi adalah orang yang sudah handal dalam medan kelokan tajam, mesin kendaraan sehat, serta beban muatan yang tidak melampaui batas.

Selasa pas tanggal merah di bulan Juni, sekitar jam 7 pagi papa mengusulkan daripada ke Bale kambang lagi, bagaimana kalau mencoba ke Gua Cina. Akhirnya kami berangkat dari rumah sekitar jam setengah sepuluh pagi selesai cuci baju, menjemur, mengurus perbekalan baju ganti, peralatan mandi, dan bekal untuk kedua jagoan kecil. Dalam perjalanan Pio sudah tertidur ketika kami baru saja melewati Kendal Payak, sedangkan Deo baru tidur setelah kami mulai memasuki area berliku dan menanjak. Seperti biasanya jika bepergian ke pantai, Pio dan Deo memang kami minta untuk tidur dulu sepanjang perjalanan berangkat agar tidak mengantuk dan rewel jika sudah tiba di pantai. Pemandangan sepanjang jalan cukup bagus untuk dinikmati, apalagi setelah memasuki kelokan yang kanan kirinya pepohonan cukup lebat, atau pas berada di ketinggian bukit. Walau jalan aspal  langsung berbatasan dengan tebing dan jurang,tetapi untuk penumpang bisa menikmati pemandangan yang menyegarkan hati..pohon hijau di mana-mana dan di beberapa titik bisa melihat birunya laut di balik bukit.



Kami hampir tersesat setelah melewati belokan menuju pantai Tamban. Karena papan petunjuk Gua Cina tak terlihat oleh kami, dan di depan jalan pecah menjadi dua, kami lurus mengambil arah ke Sendang Biru. Berhubung  merasa tidak enak, papa memutuskan bertanya saja kepada penduduk pertama yang kami temui, dan benar saja kami salah jalan. Seharusnya di pecahan jalan tadi kami belok kanan, tidak jauh dari belokan itu jalan akan pecah dua lagi dan kami harus mengambil jalan by pass yang  posisinya terletak lebih bawah. Jalan by pass ini rusak di beberapa titik, yang menurut istilahnya Pio : jalan gempa (karena mobil terguncang-guncang). Dari jalan raya by pass ini, untuk mencapai pantai Gua Cina masih harus keluar dari jalan raya, belok kiri mengambil jalan makadam (hati-hati terlewat, karena papan penandanya tidak besar). Setelah melewati jalan makadam sekitar 1,4 kilometer, kita akan menjumpai loket pembelian tiket masuk yang berarti pantai  sudah tidak jauh lagi.


Belokan terakhir ke Gua Cina, masih jalan makadam dengan beberapa titik sudah disemen sesuai jalur roda


Kesan pertama kami lebih suka pantai ini. Pertama, tidak ada preman parkir yang membikin kami nggondok seperti di Bale Kambang. Kedua , pasir pantai yang bersih sekali serta air lautnya yang bening.
Jika di Bale kambang setelah melewati loket tiket kita akan melewati tempat parkir pertama (yang ada plang perhutaninya), nah sebelum mobil lewat mas-mas parkir akan menghadang jalan dan memaksa kita untuk masuk area parkir mereka dengan membayar lima ribu rupiah walaupun kita sudah menjelaskan kita tidak mau parkir di situ. Area parkir ini masih sepi dari fasilitas wisata dan kesannya tidak terawat, jadi ya malas yang mau parkir di sini. Dulu awal-awal kami ke Bale Kambang, mereka tidak memaksa kendaraan untuk parkir di situ, tapi akhir-akhir ini, cara mereka memaksa kendaraan harus masuk area parkir mereka yang jelas-jelas keluar dari jalan utama yang membuat dongkol (bukan perkara nominal parkirnya, tetapi cara nya). Karena tidak mau bermain disini, kita hanya numpang lewat saja alias langsung keluar, dan ketika memasuki area wisata yang ramai akan ditarik parkir lagi lima ribu rupiah (untuk yang terakhir sih ikhlas karena memang parkir di situ). Sudah beberapa kali saya dan suami menyampaikan keluhan terkait ketidaknyamanan ini baik ke petugas loket tiket maupun ke jukir parkir area wisata, tetapi sampai terakhir kami ke sana tetap tidak ada perubahan. Jawabannya sama : lewati saja mas, tidak usah dibayar juga tidak apa-apa. Tapi mau dilewati bagaimana lha wong 2 orang sudah merentangkan tangan menghalangi jalan. Masak mau ditabrak? Untuk mengurangi dongkol, kami pernah ngerjain mereka dengan menyiapkan uang koin 100 dan 200 rupiah senilai total 5000 rupiah dan kami bayarkan ke mereka byuk krincing-krincing...(lumayan bisa tertawa sedikit)...**hehehe kok malah curhat keluar topik sih ya**

Area wisata pantai Gua Cina tidak lurus panjang seperti di Bale Kambang, tetapi berbelok-belok dan terpotong bukit karang sehingga kerumunan orang pun juga akan terpecah-pecah di beberapa lokasi. Yang saya suka saat kunjungan pertama adalah timing yang pas saat laut surut-rut, sehingga karang pantai banyak yang terlihat, dan air laut tenang. Sebenarnya ombak masih ganas sesuai karakteristik gelombang laut selatan, tetapi di pantai ini banyak tersebar pulau karang sehingga ombak pecah sebelum mencapai pasir. Yang saya suka adalah area pantai yang berada persis di depan lokasi parkir sayap kiri. Pantai berkarang, dikelilingi gugusan pulau karang  seakan-akan membentuk kolam yang terpisah dengan laut lepas. Di sudut kiri wilayah ini, di bawah salah satu pulau karang terdapat pantai pasir dengan air jernih dan tenang. Ke sana lah kami membawa Pio dan Deo untuk bermain karena melihat banyak sekali anak kecil yang lepas bermain dan berlari di situ. Untuk mencapai pantai pasir terisolasi ini, kami harus menyeberangi  air laut setinggi mata kaki-lutut, atau kalau tidak mau berputar ketinggian air laut bisa mencapai paha / pinggul bawah orang dewasa. Setelah beberapa saat bermain, saya mengamati banyak anak kecil yang diseberangkan oleh orang tua mereka dengan mengenakan jaket pelampung (jadi tidak khawatir kalau terpeleset batu yang licin), sehingga tidak memutar jauh. Good idea! Lain kali saya akan membawa jaket pelampung milik Pio dan Deo..

Saat laut surut, ombak tidak mencapai bibir pantai tetapi berupa aliran kecil.


Kedua lelaki kecil kami sangat menikmati bermain air dan pasir di Gua Cina. Karena air yang masuk di area ini beriak kecil, kami bisa sedikit melonggarkan mereka bermain. Yang tetap kami awasi ketat adalah ketinggian air, jangan sampai terjebak pasang karena tetap saja pantai laut selatan adalah pantai dengan gelombang yang ganas. Saat laut dalam kondisi pasang sebaiknya jangan coba-coba untuk bermain air karena ombak akan memukul bibir pantai dengan  kuat.
Selain bermain air dan pasir, Pio juga senang mencari ikan di antara batu karang. Bertiga bersama dua tukang kami, Pio berhasil menangkap cukup banyak ikan, dan dimasukkan galon aqua untuk dibawa pulang dan sampai hari ini ikannya masih hidup semua sih :)
Mama nya? Saya sibuk mencuri kesempatan mengumpulkan rumah kerang. Serasa surga karena banyak sekali rumah kerang yang bisa saya cari di antara batu-batu karang saat laut surut. Saya masih bermimpi untuk menemukan rumah kerang yang besaaar dan utuh seperti di buku cerita "Tini " yang sering saya baca ketika kecil (hihihi)..






Kerang yang saya kumpulkan

Begitu asyiknya mencari ikan, setelah mandi dan makan Pio turun lagi mencari ikan sehingga terpaksa dimandikan lagi dan baru meninggalkan pantai setelah hari gelap. Untungnya jalur Sendang Biru termasuk jalur yang ramai, sehingga walaupun hari sudah malam saya tidak sendiri melintas karena di depan dan belakang mobil kami masih panjang berderet kendaraan lain.

Hari sudah gelap ketika kami meninggalkan pantai











2 komentar: